Menempuh perjalanan darat selama 4 jam dari Kota Bukittinggi, menuju sebuah daerah yang dikenal sebagai salah satu penghasil gambir terbesar didunia, kami disuguhkan keindahan alam khas Sumatera Barat.Menembus perbukitan dan jalanan berkelok membuat kami tidak sabar untuk menginjakkan kaki di Nagari Muaro Paiti sebagai ibukota dari Kecamatan Kapur IX, Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat.Kecamatan yang luasnya mencapai 723,36 KM2 ini, terdiri dari 7 nagari, 31 jorong dengan topografi daerah yang berbukit. Bisa dikatakan, kecamatan ini, terkaya di Kabupaten 50 Kota dengan hasil alamnya yang berlimpah, yaitu gambir.


Namun sayangnya, kondisi ini berbanding terbalik dengan realita dilapangan.Bisik kepasrahan dan kegelisahan menggema dari para petani gambir yang menghabiskan hari-hari mereka di pondok kampa, sebuah pondok tempat gambir diolah secara tradisional dan diandalkan sebagai sumber kehidupan. Bapak Yuswar, salah seorang petani gambir mengungkapkan, “Kalau pasarannya naik ya kami syukur,kalau turun seperti saat sekarang ini ya apa boleh buat,namun terpaksa juga dilaksanakan. Satu-satunya untuk menghidupkan anak istri ya gambir.”


Berabad-abad yang lalu, masyarakat kepulauan nusantara telah mengenal gambir sebagai ramuan untuk mengkonsumsi sirih. Siapa sangka, saat ini gambir menjadi tumbuhan yang kaya manfaat. Sehingga tidak sedikit dari negara-negara lain yang mengincarnya.Tumbuh subur di Kecamatan Kapur IX, Kabupaten 50 Kota , Sumatera Barat. Gambir menjadi sumber kehidupan masyarakatnya. Bahkan menjadi salah satu komoditas unggulan dan potensial dari Indonesia  yang digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan industri dunia.Berada dilumbung kekayaan dan kesejahteraan, lantas apa yang membuat masyarakat sekitarnya masih bernafas dalam kegelisahan dan bergerak dalam kepasrahan?

Kami masyarakat Muaro Paiti khususnya,Kapur IX pada umumnya,termasuk kecamatan Pangkalan. Perekonomian nomor 1 itu adalah gambir.Jadi kalau dengan turunnya harga gambir,sekaligus penghasilan penduduk secara nagari dan kecamatan pasti turun. Ketika harga gambir turun, ya anjloklah seluruh perekonomian di Kapur IX, Muaro Paiti pada khususnya. Ketika harga gambir mahal, alhamdulillah seluruh sektor perekonomian naik, termasuk pedagang-pedagang akan menikmati hasil dari naiknya harga gambir tersebut.”,ungkap Bapak Marsis,Walinagari Muaro Paiti.

Fluktuasi harga gambir adalah salah satu yang menyebabkan kesejahteraan masyarakat berada di awang-awang. Terutama ketika harga anjlok, mereka benar-benar hidup dalam keadaan pas-pasan, tertatih dalam mencari penghasilan, bahkan ada yang relameninggalkan kampung halaman untuk melanjutkan kehidupan. Bapak Yuswar, salah seorang petani gambir di Muaro Paiti yang kami temui mengungkapkan, Kalau harga gambir dari nenek moyang kami, gak bisa kami prediksi. Kadang-kadang dalam 2 tahun, 5 tahun, anjlok, jadi gak bisa kami prediksi kapan naiknya gak bisa kami prediksi. Kalau pasarannya naik ya kami syukur,kalau turun seperti saat sekarang ini ya apa boleh buat,namun terpaksa juga dilaksanakan. Satu-satunya untuk menghidupkan anak istri ya gambir. Kalau memang gak mencukupi lagi harga gambir untuk memproduksi kehidupan rumah tangga, ya banyak yang merantau, usaha lain di tempat orang. Kalau untuk membuka lahan sawah yang dianjurkan pemerintah itu bisa juga membuat sawah, cuma kan dari awal itu sulit juga, makanya masyarakat memutuskan banyak yang  lari dari kampung.”


Pilihan lain dari petani gambir selain meninggalkan kampung, hanyalah pasrah pada keadaan dan tetap melanjutkan hidup semampu mereka. Apalah daya,mereka tidak punya kuasa menentukan harga di pasar komoditas gambir dunia. Dan tidak sedikit yang terjerat hutang dengan para toke gambir. Hanya harapan besar yang digantungkan pada pemerintah agar terlibat serius dalam mendatangkan investor ataupun menstabilkan harga.

Dalam perdagangan internasional, harga gambir bisa mencapai ratusan ribu bahkan jutaan rupiah. Namun sayangnya, petani gambir yang menjadi pemeran utama dari munculnya produk spesifikSumatera Barat ini, hanya memperoleh harga puluhan ribu rupiah, terutama jika harga merosot tajam. Pasar benar-benar memegang kendali atas permainan harga gambir. Apalagi dengan tidak adanya persaingan,ini membuat harga lebih rentan dimonopoli.

Berbagai elemen pemerintah yang terlibat, tidak menutup mata dari keadaan ini. Berbagai upaya sudah dilakukan, mulai dari penyuluhan, pelatihan dan koordinasi dengan pihak terkait. Ide dan gagasan diwujudkan sebagai peluang untuk mewujudkan kesejahteraan para petani yang bertumpu pada gambir sebagai sumber kehidupan.Besar harapan, agar perekonomian masyarakat di Kapur IX kembali menggeliat. Dengan stabilnya harga gambir, perhatian yang serius dari pemerintah,tidak adanya monopoli harga terhadap komoditas gambir dan berbagai upaya lain, dapat mengobati jerih payah para petani gambir dan menyokong kehidupan mereka.  Terpancar dalam tatapan panjang para petani yang mengucurkan peluh di pondok-pondok kampa mereka, ditengah belantara perbukitan Kabupaten 50 Kota, sehingga gambir terbaik dari Kapur IX Sumatera Barat tidak hanya tinggal sebagai legenda.



7 Komentar

  1. Mudah2 An harga Gambir semakin meningkat ya

    BalasHapus
  2. Saya juga mantan anak petani gambir di Kabupaten Pesisir Selatan, sekitar tahun 2005 - 2010. Kemudian ditahun 2013, kami mulai mengganti dgn Sawit.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hmm apa krn harga gambir yg turun jg kah sampai akhirnya beralih k sawit bg kim?

      Hapus
  3. Andini hebat...sampai sampai kepetani Gambir terperhatikan...👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe makasi kak, tertarik aja sama kehidupan mereka disaat harga gambir gak stabil kyk skrg kak :)

      Hapus