Si Hitam Manis dari Lereng Marapi
“Harga gula
merah/saka sekarang itu dibawah standar,tidak cukup memenuhi kebutuhan kami,
masih jauh.”
Kendala demi kendala terucap dari bibir para petani tebu
yang mengandalkan sumber kehidupan mereka melalui berbagai olahan tebu ini.
Seolah ingin menunjukkan bahwa kekayaan
alam yang berada disekitar mereka tidak dapat mereka
nikmati sepenuhnya.
Berada dilereng Gunung Marapi menjadikan Dusun
Cumantiang,Jorong Batang Silasiah,Kenagarian Bukik Batabuah,Kecamatan
Canduang, Kabupaten Agam memiliki tanah yang begitu subur. Maka tidak
heran,lebih dari 70 persen masyarakatnya berprofesi sebagai petani tebu yang
juga langsung mengolah tanaman bercita rasa manis itu. Olahan yang dihasilkan
beragam, mulai dari gula merah (saka) sebagai produk andalan, tanguli, gulasemut, dan lain-lain.
Suburnya tanah dan kayanya bahan baku,ternyata tidak
menjamin kemakmuran dan kesejahteraan penduduknya.Terbukti,hingga saat ini
mereka masih harus tertatih mengumpulkan penghasilan dari kebun-kebun dan
pondok pengolahan tebu. Padahal,penghidupan masyarakat seharusnya semanis rasa
tebu yang mereka olah sehari-hari. Namun sayang,malah kepahitan yang mereka
nikmati hari demi hari, dari generasi ke generasi.
Dalam industri perdagangan gula merah, toke atau
tengkulak masih menjadi pemegang kendali atas fluktualisasi harga. Hingga
menyebabkan para pedagang begitu bebas menentukan harga pasar. Ketika para
petani ingin menjual, yang menentukan harga adalah pembeli,namun disaat mereka
ingin membeli, yang menentukan harga adalah penjual. Seolah tidak peduli pada kerugian besar yang
dialami para petani pengolah gula merah. Seperti saat sekarang, dengan harga Rp
12.000, masih begitu jauh dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup para
petani ini.
Berbagai elemen pemerintah yang terlibat, tidak menutup
mata dari keadaan ini. Ide dan gagasan diwujudkan sebagai peluang untuk
mewujudkan kesejahteraan para petani yang bertumpu pada gula merah sebagai
sumber kehidupan. Banyak upaya sudah dilakukan, mulai dari penyuluhan,
pelatihan dan koordinasi dengan pihak terkait. Namun pasar masih memegang
kendali atas permainan harga gula merah. Apalagi dengan tidak adanya
standarisasi harga, memberikan peluang bagi sebagian oknum untuk merugikan para
petani.
Ketidakstabilan harga gula merah adalah salah satu yang
menyebabkan kesejahteraan masyarakat berada di awang-awang. Terutama ketika
harga anjlok seperti sekarang, mereka benar-benar hidup dalam keadaan
pas-pasan, tertatih dalam mencari penghasilan, bahkan ada yang mencoba
peruntungan melalui tanaman lain untuk melanjutkan kehidupan.Untungnya, para
petani tebu ini tidak patah semangat dalam menghasilkan gula merah agar bisa
dipasarkan. Terbukti dari adanya inovasi dalam produk yang dihasilkan, dan
berbagai upaya lain yang dilakukan mandiri oleh mereka. Ada kegigihan dan
optimisme yang tertanam dalam diri mereka agar ekonominya meningkat dari
sebelumnya.
Besar harapan, agar perekonomian masyarakat di Nagari
Bukik Batabuah kembali membaik. Dengan stabilnya harga gula merah, perhatian
yang serius dari pemerintah,tidak adanya monopoli harga terhadap komoditas gula
merah dan berbagai upaya lain, dapat mengobati jerih payah para petani gula
merah dan menyokong kehidupan mereka. Terpancar
dalam tatapan panjang para petani yang mengucurkan peluh mereka di
pondok-pondok pengolahan gula merah, dilereng Gunung Merapi, sehingga gula
merah yang bercita rasa manis juga dapat dinikmati manisnya oleh para petani
yang telah berjuang meningkatkan ekonomi mereka.
4 Komentar
KEREENNNNNN
BalasHapusMakasi 🙏
Hapuskerennn bangett
BalasHapusbagi anda yang ingin punya penghasilan tambahan dengan cara mudah dan cepat, coba mainkan bandarqq dan dominoqq di situs terbaik http://180.215.13.115
jasa layanan cargo murah bisa kunjungi kami dengan klik https://www.indonekargo.com/
BalasHapus